Jumat, 06 Maret 2009

Waspada Flu Burung Bodetabek

Picture (Device Independent Bitmap)

Jumat, 6 Maret 2009 06:04 WIB

SERANG, JUMAT - Sekitar 20 persen penduduk di Kabupaten dan Kota Tangerang berisiko terjangkit flu berat kalau wabah sampai virus flu burung meluas di daerah itu. Selama tahun 2005-2009 sudah 26 warga di dua wilayah itu yang meninggal karena flu burung.

Pengandaian dampak pandemi flu burung di Tangerang itu diungkapkan Kepala Pilot Project Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza Departemen Kesehatan Simanjuntak Gindo dalam seminar di Hotel Le Dian, Serang, Banten, Kamis (5/3).

Menurut dia, akan banyak dampak yang dialami apabila terjadi pandemi flu burung di Tangerang. Salah satunya, 20 persen atau sekitar 900.000 dari 4,5 juta penduduk Kabupaten dan Kota Tangerang akan menderita flu berat. Bahkan, diperkirakan dalam kurun waktu enam bulan, sebanyak 300.000 penduduk yang terkena flu burung akan meninggal dunia.

Kondisi itu juga akan berdampak pada terganggunya pelayanan umum, seperti rumah sakit, puskesmas, dan polisi. Tidak berhenti sampai di situ, pandemi flu burung akan berdampak pada penutupan sekolah, bahkan pabrik, yang kemudian berlanjut pada terganggunya kegiatan ekonomi.

Dampak lain adalah terganggunya jalur keluar-masuk Indonesia mengingat Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta berada di wilayah Tangerang. Kemungkinan paling buruk adalah penolakan negara-negara lain untuk disinggahi pesawat dari Indonesia.

26 orang meninggal

Sementara itu, berdasarkan data yang dihimpun Dinas Kesehatan Banten, sejak tahun 2005 ditemukan 29 kasus flu burung pada manusia di Kabupaten dan Kota Tangerang. Bahkan, 26 dari 29 penderita tersebut meninggal dunia setelah mendapat perawatan di rumah sakit.

Sekretaris Dinas Kesehatan Banten Dadang menyebutkan, kasus flu burung pertama kali ditemukan pada tahun 2005. Saat itu enam warga Kabupaten dan Kota Tangerang terjangkit flu burung, lima di antaranya meninggal dunia.

Satu tahun kemudian, jumlah warga yang terjangkit menurun menjadi tiga orang dan semuanya meninggal dunia. Jumlah kasus kembali melonjak pada tahun 2007, yakni sebanyak 10 kasus, dengan jumlah kematian delapan orang. Adapun tahun 2008 ditemukan sembilan penduduk yang positif flu burung yang semuanya meninggal dunia. Bahkan, pada awal tahun 2009 ini sudah ada satu warga Kabupaten Tangerang yang meninggal dunia karena positif flu burung.

Selain di Tangerang, Dinas Kesehatan Banten juga mencatat satu kasus flu burung pada manusia di Cilegon. Seorang warga Cilegon meninggal dunia setelah mendapat perawatan di sebuah rumah sakit di Jakarta pada tahun 2007.

Sementara itu, kasus flu burung pada unggas ditemukan di hampir semua wilayah di Banten. Namun, berdasarkan survei Dinas Pertanian dan Peternakan, kasus flu burung pada unggas paling banyak ditemukan di Lebak, Pandeglang, Serang, dan Kabupaten Tangerang.

Tahun ini pemerintah menyediakan dana hingga Rp 20 miliar untuk penanganan dan penanggulangan flu burung di Banten. Dana tersebut berasal dari bantuan pemerintah pusat serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Banten.

Khusus untuk Kabupaten dan Kota Tangerang, penanggulangan flu burung dilakukan langsung oleh pemerintah pusat bekerja sama dengan Amerika Serikat dan Singapura.

Flu Burung Hantui Bodetabek

Giliran Bocah Depok Tewas

Selasa, 3 Maret 2009 04:05 WIB

DEPOK, SENIN - Wabah flu burung kian merata dan menghantui warga Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi (Bodetabek). Korban tewas terakhir ialah bocah asal Rangkapanjaya, Kota Depok, Nurliza Mahmuda (5).

Murid TPA Asyiah ini tinggal di kampung Situpulo RT06/08, Rangkapanjaya, kecamatan Pancoranmas. Dia meninggal pada Sabtu (28/2) sekitar pukul 03.00 di RS Persahabatan, Jakarta.

Pada saat hampir bersamaan meninggal pula Andriansyah (9), asal Bekasi, dengan status suspect flu burung (Warta Kota (1/3), hlm 6). Mahmudin Sudin, orangtua Nurliza, hari Senin (2/3) mengatakan bahwa sebelum putrinya meninggal ada tiga ayam tetangganya mati mendadak.

Oleh kakek Nurliza, ayam tersebut dibakar. Seminggu setelah peristiwa itu, tepatnya Rabu (18/2), Nurliza mengeluh sakit kepala.

Sore harinya dia dibawa berobat ke Ny Sugi, perawat Puskesmas Jembatanserong. Karena tak ada perubahan maka Nurliza dibawa ke Bahar Medika di Pasar Lama Depok.

Lalu dilakukan tes darah dan hasilnya bocah itu dinyatakan menderita tifus. Mahmudin pun membawa Nurliza ke RSUD Depok. ”Setelah melihat hasil laboratorium, dokter rumah sakit itu bilang anak saya dirawat di rumah saja karena kondisinya tidak mengkhawatirkan,” katanya.

Kecewa terhadap RSUD Depok, Mahmudin membawa anaknya ke RS Bhakti Yudha. Di rumah sakit ini Nurliza dites darah hingga 10 kali.

Hasil tes menyebutkan anak itu terkena demam berdarah. Namun pada Rabu dia sesak napas dan nyeri di bagian belakang pinggang.

Setelah dirontgen, oleh dokter dia dinyatakan terkena radang paru-paru dan diberi obat batuk. Kamis (26/2) dilakukan penguapan untuk mengencerkan dahak agar bisa bernapas.

Jumat (27/2) diberikan pengasapan dengan tujuan agar bisa bernapas. Tak lama kemudian, dokter meminta agar Nurliza dirawat di Unit Perawatan Khusus (UPK) rumah sakit tersebut.

Alasannya ruangan tersebut lebih steril dan perawatannya lebih baik. Pada pukul 11.30 Nurliza dirontgen lagi.

Hasilnya, sebagian paru-parunya sudah memutih. Dokter menyebutkan bahwa anak itu diduga terkena flu burung.

Karena tidak mempunyai peralatan untuk mengatasi penyakit tersebut, RS Bhakti Yudha merujuk Nurliza ke RS Persahabatan, Jakarta. ”Kami sudah menunggu dari pukul 14.30 tapi baru berangkat pukul 19.00. Ini yang membuat kami kecewa.

Padahal ada tiga ambulans yang sedang parkir. Kata pihak rumah sakit ambulansnya satu paket. Sesampai anak kami di RS Persahabatan, dokter angkat tangan karena virusnya sudah menyebar,” tutur Mahmudin.

Wali Kota Depok Nur Mahmudi Isma’il yang sempat berkunjung ke rumah orangtua Nurliza mengatakan bahwa anak itu meninggal karena suspect flu burung. ”Yang kami sayangkan tak ada warga yang melapor saat sekitar 50 ayam piaraan mereka mati dalam kurun waktu seminggu, yakni tanggal 11-18 Februari,” kata Nur Mahmudi.

”Tidak ada rumah sakit yang ingin menyengsarakan pasiennya. Kalau RS Bhakti Yudha, mereka sudah merawat Nurliza dan ketika menyatakan suspect flu burung langsung merujuknya ke rumah sakit lain,” kata Nur Mahmudi lagi soal pelayanan rumah sakit yang membuat kecewa Mahmudin. (dod/chi)

Tidak ada komentar: